Sabtu, 24 September 2011

PP Nomor 71 Tahun 2010 Tentang SAP

PRESIDEN

REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 71 TAHUN 2010

TENTANG

STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,


 

Menimbang

:

bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 32 ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Pasal 184 ayat (3) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Standar Akuntansi Pemerintahan;


 

Mengingat

:

1.

Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

  

2.

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);

  

3.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);


 


 

MEMUTUSKAN:


 

Menetapkan

:

PERATURAN PEMERINTAH TENTANG STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN.


 

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:

1.

Pemerintah adalah pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

2.

Akuntansi adalah proses identifikasi, pencatatan, pengukuran, pengklasifikasian, pengikhtisaran transaksi dan kejadian keuangan, penyajian laporan, serta penginterpretasian atas hasilnya.

3.

Standar Akuntansi Pemerintahan, yang selanjutnya disingkat SAP, adalah prinsip-prinsip akuntansi yang diterapkan dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan pemerintah.

4.

Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan, yang selanjutnya disingkat PSAP, adalah SAP yang diberi judul, nomor, dan tanggal efektif.

5.

Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan adalah konsep dasar penyusunan dan pengembangan Standar Akuntansi Pemerintahan, dan merupakan acuan bagi Komite Standar Akuntansi Pemerintahan, penyusun laporan keuangan, pemeriksa, dan pengguna laporan keuangan dalam mencari pemecahan atas sesuatu masalah yang belum diatur dalam Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan.

6.

Interpretasi Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan, yang selanjutnya disingkat IPSAP, adalah penjelasan, klarifikasi, dan uraian lebih lanjut atas PSAP.

7.

Buletin Teknis SAP adalah informasi yang berisi penjelasan teknis akuntansi sebagai pedoman bagi pengguna.

8.

SAP Berbasis Akrual adalah SAP yang mengakui pendapatan, beban, aset, utang, dan ekuitas dalam pelaporan finansial berbasis akrual, serta mengakui pendapatan, belanja, dan pembiayaan dalam pelaporan pelaksanaan anggaran berdasarkan basis yang ditetapkan dalam APBN/APBD.

9.

SAP Berbasis Kas Menuju Akrual adalah SAP yang mengakui pendapatan, belanja, dan pembiayaan berbasis kas, serta mengakui aset, utang, dan ekuitas dana berbasis akrual.

10

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan, yang selanjutnya disingkat KSAP, adalah komite sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara yang bertugas menyusun SAP.

11

Sistem Akuntansi Pemerintahan adalah rangkaian sistematik dari prosedur, penyelenggara, peralatan, dan elemen lain untuk mewujudkan fungsi akuntansi sejak analisis transaksi sampai dengan pelaporan keuangan di lingkungan organisasi pemerintah.


 

Pasal 2

(1)

(2)

SAP dinyatakan dalam bentuk PSAP.

SAP dilengkapi dengan Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan.


 

Pasal 3

(1)

PSAP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dapat dilengkapi dengan IPSAP dan/atau Buletin Teknis SAP.

(2)

IPSAP dan Buletin Teknis SAP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dan diterbitkan oleh KSAP dan diberitahukan kepada Pemerintah dan Badan Pemeriksa Keuangan.

(3)

Rancangan IPSAP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada Badan Pemeriksa Keuangan paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sebelum IPSAP diterbitkan.


 

BAB II

PENERAPAN STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN

Pasal 4

(1)

Pemerintah menerapkan SAP Berbasis Akrual.

(2)

SAP Berbasis Akrual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan dalam bentuk PSAP.

(3)

SAP Berbasis Akrual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dengan Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan.

(4)

PSAP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini.


 

Pasal 5

(1)

Dalam hal diperlukan perubahan terhadap PSAP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2),

perubahan tersebut diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan setelah mendapat pertimbangan dari Badan Pemeriksa Keuangan.

(2)

Rancangan perubahan PSAP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun oleh KSAP sesuai dengan mekanisme yang berlaku dalam penyusunan SAP.

(3)

Rancangan perubahan PSAP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan oleh KSAP kepada Menteri Keuangan.

(4)

Menteri Keuangan menyampaikan usulan rancangan perubahan PSAP sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada Badan Pemeriksa Keuangan untuk mendapat pertimbangan.


 

Pasal 6

(1)

Pemerintah menyusun Sistem Akuntansi Pemerintahan yang mengacu pada SAP.

(2)

Sistem Akuntansi Pemerintahan pada Pemerintah Pusat diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan yang mengacu pada pedoman umum Sistem Akuntansi Pemerintahan.

(3)

Sistem Akuntansi Pemerintahan pada pemerintah daerah diatur dengan peraturan gubernur/bupati/walikota yang mengacu pada pedoman umum Sistem Akuntansi Pemerintahan.

(4)

Pedoman umum Sistem Akuntansi Pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan setelah berkoordinasi dengan Menteri Dalam Negeri.

Pasal 7

 

Penerapan SAP Berbasis Akrual sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 4 ayat (1) dapat dilaksanakan secara

bertahap dari penerapan SAP Berbasis Kas Menuju

Akrual menjadi penerapan SAP Berbasis Akrual.

 

Ketentuan lebih lanjut mengenai penerapan SAP

Berbasis Akrual secara bertahap sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) pada pemerintah pusat diatur dengan

Peraturan Menteri Keuangan.

 

Ketentuan lebih lanjut mengenai penerapan SAP

Berbasis Akrual secara bertahap sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) pada pemerintah daerah diatur dengan

Peraturan Menteri Dalam Negeri.


 

Pasal 8

 

SAP Berbasis Kas Menuju Akrual sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 7 dinyatakan dalam bentuk PSAP.

 

SAP Berbasis Kas Menuju Akrual sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) dilengkapi dengan Kerangka Konseptual

Akuntansi Pemerintahan.

 

PSAP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan

Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah

sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang tidak

terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini.


 

BAB III

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 9

Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku:

1.

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang

Standar Akuntansi Pemerintahan (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 49, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4503)

dicabut dan dinyatakan tidak berlaku; dan

2.

Peraturan perundang-undangan yang mengatur

mengenai penyelenggaraan akuntansi pemerintahan

sepanjang belum diubah dan tidak bertentangan dengan

Peraturan Pemerintah ini, dinyatakan tetap berlaku.


 

Pasal 10

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.


  

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 22 Oktober 2010

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 22 Oktober 2010

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

REPUBLIK INDONESIA,

ttd

PATRIALIS AKBAR

  


 

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2010 NOMOR 123


 

Salinan sesuai dengan aslinya

SEKRETARIAT NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan

Bidang Perekonomian dan Industri,

ttd

SETIO SAPTO NUGROHO

  


 


 


 


 

PENJELASAN

ATAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 71 TAHUN 2010

TENTANG

STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN

I.

UMUM

 

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dalam Pasal 32 mengamanatkan bahwa bentuk dan isi laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD disusun dan disajikan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan. Standar akuntansi pemerintahan tersebut disusun oleh Komite Standar Akuntansi Pemerintahan yang independen dan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah setelah terlebih dahulu mendapat pertimbangan dari Badan Pemeriksa Keuangan. Penyusunan SAP Berbasis Akrual dilakukan oleh KSAP melalui proses baku penyusunan (due process). Proses baku penyusunan SAP tersebut merupakan pertanggungjawaban profesional KSAP yang secara lengkap terdapat dalam Lampiran III. Penyusunan PSAP dilandasi oleh Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan, yang merupakan konsep dasar penyusunan dan pengembangan Standar Akuntansi Pemerintahan, dan merupakan acuan bagi Komite Standar Akuntansi Pemerintahan, penyusun laporan keuangan, pemeriksa, dan pengguna laporan keuangan dalam mencari pemecahan atas sesuatu masalah yang belum diatur dalam Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Keuangan Negara tersebut, Pemerintah telah menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan. Standar Akuntansi Pemerintahan tersebut menggunakan basis kas untuk pengakuan transaksi pendapatan, belanja dan pembiayaan, dan basis akrual untuk pengakuan aset, kewajiban, dan ekuitas dana.

Penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 masih bersifat sementara sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 36 ayat (1) Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang menyatakan bahwa selama pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual belum dilaksanakan, digunakan pengakuan dan pengukuran berbasis kas. Pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual menurut Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 dilaksanakan paling lambat 5 (lima) tahun. Oleh karena itu, Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 perlu diganti.

Lingkup pengaturan Peraturan Pemerintah ini meliputi SAP Berbasis Akrual dan SAP Berbasis Kas Menuju Akrual. SAP Berbasis Akrual terdapat pada Lampiran I dan berlaku sejak tanggal ditetapkan dan dapat segera diterapkan oleh setiap entitas. SAP Berbasis Kas Menuju Akrual pada Lampiran II berlaku selama masa transisi bagi entitas yang belum siap untuk menerapkan SAP Berbasis Akrual. Penerapan SAP Berbasis Kas Menuju Akrual ini dilaksanakan sesuai dengan jangka waktu sebagaimana tercantum dalam Lampiran II. Selanjutnya, setiap entitas pelaporan, baik pada pemerintah pusat maupun pemerintah daerah wajib melaksanakan SAP Berbasis Akrual. Walaupun entitas pelaporan untuk sementara masih diperkenankan menerapkan SAP Berbasis Kas Menuju Akrual, entitas pelaporan diharapkan dapat segera menerapkan SAP Berbasis Akrual. Laporan keuangan yang dihasilkan dari penerapan SAP Berbasis Akrual dimaksudkan untuk memberi manfaat lebih baik bagi para pemangku kepentingan, baik para pengguna maupun pemeriksa laporan keuangan pemerintah, dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan. Hal ini sejalan dengan salah satu prinsip akuntansi yaitu bahwa biaya yang dikeluarkan sebanding dengan manfaat yang diperoleh.

Selain mengubah basis SAP dari kas menuju akrual menjadi akrual, Peraturan Pemerintah ini mendelegasikan perubahan terhadap PSAP diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. Perubahan terhadap PSAP tersebut dapat dilakukan sesuai dengan dinamika pengelolaan keuangan negara. Meskipun demikian, penyiapan pernyataan SAP oleh KSAP tetap harus melalui proses baku penyusunan SAP dan mendapat pertimbangan dari BPK.

II.

PASAL DEMI PASAL

 

Pasal 1

Cukup jelas.

Pasal 2

Cukup jelas.

Pasal 3

Ayat (1)

IPSAP dimaksudkan untuk menjelaskan lebih lanjut topik tertentu guna menghindari salah tafsir pengguna PSAP.

Buletin Teknis SAP dimaksudkan untuk mengatasi masalah teknis akuntansi dengan menjelaskan secara teknis penerapan PSAP dan/atau IPSAP.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 4

Cukup jelas.

Pasal 5

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan "perubahan" adalah penambahan, penghapusan, atau penggantian satu atau lebih PSAP.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Pasal 6

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Pedoman umum Sistem Akuntansi Pemerintahan diperlukan dalam rangka mewujudkan konsolidasi fiskal dan statistik keuangan Pemerintah secara nasional.

Ayat (3)

Selain mengacu pada pedoman umum Sistem Akuntansi Pemerintahan, dalam menyusun Sistem Akuntansi Pemerintahan pada pemerintah daerah, gubernur/bupati/walikota mengacu pula pada peraturan daerah dan ketentuan peraturan perundangundangan mengenai pengelolaan keuangan daerah.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Pasal 7

Ayat (1)

Penerapan SAP Berbasis Akrual secara bertahap dilakukan dengan memperhatikan urutan persiapan dan ruang lingkup laporan.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 8

Cukup jelas.

Pasal 9

Angka 1

Cukup jelas.

Angka 2

Peraturan perundang-undangan yang masih relevan dan tidak bertentangan dengan SAP Berbasis Akrual dinyatakan tetap berlaku. Peraturan perundang-undangan yang bertentangan harus dicabut dan/atau disesuaikan.

IPSAP dan Buletin Teknis SAP yang disusun oleh KSAP sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini dinyatakan tetap berlaku. Jika terdapat IPSAP dan Buletin Teknis SAP yang bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini harus dicabut dan/atau disesuaikan.

Pasal 10

Cukup jelas.


 

TAMBAHAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5165 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA


 

LAMPIRAN I STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN BERBASIS AKRUAL

LAMPIRAN II STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN BERBASIS KAS MENUJU AKRUAL

LAMPIRAN III PROSES PENYUSUNAN STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN BERBASIS AKRUAL


 

 


 

Selasa, 13 September 2011

Permen No.59-2008. disiplin kerja PNS


Download Dokumen ini Disini


PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI
NOMOR 59 TAHUN 2008
TENTANG
DISIPLIN JAM KERJA BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL
DI LINGKUNGAN DEPARTEMEN DALAM NEGERI

Permen No.52-2008(edit).gaji pokok


Download Dokumen ini Disini


PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI
NOMOR 52 TAHUN 2008
TENTANG
PENDELEGASIAN WEWENANG PENYESUAIAN GAJI POKOK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN DEPARTEMEN DALAM NEGERI

permen No.44-2008. Pengawasan Pemda


Download Dokumen ini Disini


PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI
NOMOR 44 TAHUN 2008
TENTANG
KEBIJAKAN PENGAWASAN ATAS
PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH TAHUN 2009

 

Permen No.08-2008.Pejabat Pengawas


Download Dokumen ini Disini


PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI
NOMOR 8 TAHUN 2008
TENTANG
PEJABAT PENGAWAS PEMERINTAH Dl LINGKUNGAN DEPARTEMEN DALAM NEGERI DAN PEMERINTAH DAERAH

Permendagri no 2 2008 Pedoman Pemeriksaan Reguler


Download Dokumen ini Disini


PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI
NOMOR 2 TAHUN 2008
TENTANG

PEDOMAN PEMERIKSAAN REGULER

Dl LINGKUNGAN DEPARTEMEN DALAM NEGERI

UU No 28 Tahun 2009 Retribusi Daerah


Download dokumen ini Disini

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 28 TAHUN 2009

TENTANG

PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,


Senin, 12 September 2011

Perda No 15 Tahun 2007 Kecamatan & Kelurahan


Download Perda ini Disini

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

 
NOMOR : 15    TAHUN     2007 SERI
P E R A T U R A N D A E R A H K A B U P A T E N L E B A K
NOMOR :     15    TAHUN 2007

 
T E N T A N G

 
PEMBENTUKAN, ORGANISASI, DAN TATA KERJA KECAMATAN SERTA KELURAHAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN LEBAK

 

Kamis, 08 September 2011

Perda No 14 2007 tentang Satpol PP


Download Perda ini Disini


LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

 
NOMOR : 14    TAHUN     2007 SERI
P E R A T U R A N D A E R A H K A B U P A T E N L E B A K
NOMOR :     14    TAHUN 2007

 
T E N T A N G

 
PEMBENTUKAN, ORGANISASI, DAN TATA KERJA
SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KABUPATEN LEBAK

 

Jumat, 02 September 2011

Perda Kab Lebak No. 10 Tahun 2007 Tentang SOTK Dinas

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

 
NOMOR : 10    TAHUN     2007 SERI
P E R A T U R A N D A E R A H K A B U P A T E N L E B A K
NOMOR :     10    TAHUN 2007

 
T E N T A N G

 
PEMBENTUKAN, ORGANISASI, DAN TATA KERJA DINAS DAERAH KABUPATEN LEBAK

 
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI LEBAK
Menimbang
:
a.
Bahwa salah satu jenis perangkat daerah di lingkungan Pemerintah Daerah yang melaksanakan urusan otonomi daerah adalah Dinas Daerah ;
b.
Bahwa untuk melaksanakan hal tersebut diatas, perlu ditetapkan Pembentukan, Organisasi, dan Tata Kerja Dinas Daerah Kabupaten Lebak dengan Peraturan Daerah;
Mengingat
:
1.




2.





3.




4.




5.











6.





7.







8.





9.




10.



11.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3041) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3890);

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851);
 
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2000 tentang Pembentukan Provinsi Banten (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4010);

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);
 
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437)sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4493) yang telah ditetapkan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548);

Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593);

Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007 tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Keada Pemerintah, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Daerah Kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah kepada Masyarakat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4693);

Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara republic Indonesia Nomor 4737);

Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 89, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4741);

Peraturan Daerah Kabupaten Lebak Nomor 13 Tahun 2006 tentang Tata Cara dan teknik Penyusunan Produk Hukum Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Lebak Tahun 2006 Nomor 12);

Peraturan Daerah Kabupaten Lebak Nomor 8 Tahun 2007 tentang Penetapan Urusan Pemerintahan yang Menjadi Kewenangan Pemerintah Kabupaten Lebak (Lembaran Daerah Kabupaten Lebak Tahun 2007 Nomor 8);

 
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN LEBAK
Dan
BUPATI LEBAK

 
MEMUTUSKAN
Menetapkan
:
PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI, DAN TATA KERJA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

 
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan :
  1. Daerah adalah Kabupaten Lebak.
  2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Lebak.
  3. Bupati adalah Bupati Lebak.
  4. Sekretaris Daerah adalah Sekretaris Daerah Kabupaten Lebak.
  5. Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam system Negara Kesatuan Republik Indonesia.
  6. Perangkat Daerah adalah organisasi/lembaga pada Pemerintah Daerah yang bertanggungjawab kepada Bupati dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan yang terdiri dari Sekretariat Daerah, Sekretariat DPRD, Dinas Daerah, Lembaga Teknis Daerah, Kecamatan dan Kelurahan.
  7. Dinas Daerah adalah unsur pelaksana Pemerintah Daerah.
  8. Unit Pelaksana Teknis adalah unsur pelaksana operasional Dinas dan/atau teknis penunjang Dinas.
  9. Eselon adalah tingkatan jabatan struktural.
BAB II
PEMBENTUKAN
Pasal 2
Dengan Peraturan Daerah ini dibentuk Dinas Daerah Kabupaten Lebak, yang terdiri dari : 
a. Dinas Pendidikan;
b. Dinas Kesehatan;
c. Dinas Pertanian;
d. Dinas Peternakan;
e. Dinas Kehutanan dan Perkebunan;
f.  Dinas Kelautan dan Perikanan;
g. Dinas Pertambangan dan Energi;
h. Dinas Perhubungan;
i.  Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil;
j.  Dinas Bina Marga;
k. Dinas Cipta Karya;
l.  Dinas Sumber Daya Air;
m.Dinas Kebersihan;
n. Dinas Pemuda, Olah Raga, Budaya dan Pariwisata;
o. Dinas Tenaga Kerja dan Sosial;
p. Dinas Perindustrian dan Perdagangan;
q. Dinas Koperasi dan UKM;
r.  Dinas Pendapatan dan pengelolaan Keuangan Daerah.


 
BAB III
KEDUDUKAN, TUGAS POKOK, DAN FUNGSI
Pasal 3
(1) Dinas merupakan unsur pelaksana otonomi daerah.
(2) Dinas dipimpin oleh Kepala Dinas.
(3) Kepala Dinas berkedudukan dibawah dan bertanggungjawab kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah

Pasal 4
Dinas mempunyai tugas melaksanakan urusan pemerintahan daerah berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan.

 
Bagian Ketiga
Fungsi
Pasal 5
Dinas dalam menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud pada Pasal 4, menyelenggarakan fungsi :
a. Perumusan kebijakan teknis sesuai dengan lingkup tugasnya; 
b. Penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum sesuai dengan lingkup tugasnya;
c. Pembinaan dan pelaksanaan tugas sesuai dengan lingkup tugasnya; dan
d. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Bupati sesuai dengan tugas dan fungsinya.

Pasal 6 
(1) Pada Dinas Daerah dapat dibentuk unit pelaksana teknis dinas untuk melaksanakan sebagian kegiatan  
      teknis operasional dan/atau teknis penunjang kegiatan Dinas. 
(2) Pembentukan, Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana teknis Dinas ditetapkan dengan Peraturan 
      Bupati kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

BAB IV
ORGANISASI
Pasal 7
  1. Susunan Organisasi Dinas, terdiri dari :
    a. Kepala Dinas;
    b. Sekretariat;
    c. Bidang;
    d. Sub Bagian;
    e. Seksi.

  2. Sekretariat dipimpin oleh seorang Sekretaris yang berada dibawah dan bertanggungjawab kepada Kepala Dinas.
  3. Bidang dipimpin oleh seorang Kepala Bidang yang berada dibawah dan bertanggungjawab kepada Kepala Dinas
  4. Masing-masing Sub Bagian dipimpin oleh seorang Kepala Sub Bagian yang berada dibawah dan bertanggungjawab kepada Sekretaris.
  5. Masing-masing Seksi dipimpin oleh seorang Kepala Seksi yang berada dibawah dan bertanggungjawab kepada Kepala Bidang.
  6. Rincian Organisasi dan Bagan masing-masing Dinas adalah sebagaimana tercantum dalam lampiran Peraturan Daerah ini.
  7. Penjabaran Tugas Pokok dan Fungsi Dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan 5 Peraturan Daerah ini diatur oleh Bupati.

BAB V
UNSUR-UNSUR ORGANISASI DINAS DAERAH

 

 
BAB VI
UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS (UPTD)
Pasal 276
  1. Pada Dinas Daerah dapat dibentuk Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) untuk melaksanakan sebagian kegiatan teknis operasional dan/atau kegiatan teknis penunjang yang mempunyai wilayah kerja satu atau beberapa Kecamatan.
  2. Dinas mempunyai fungsi pembinaan terhadap Unit Pelaksana Teknis Dinas
  3. Pengaturan lebih lanjut tentang Pembentukan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Dinas, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.

 
BAB VII
KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL
Pasal 277
  1. Kelompok jabatan fungsional mempunyai tugas melaksanakan sebagian kegiatan Dinas secara profesional sesuai dengan kebutuhan.
  2. Kelompok Jabatan Fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini, dalam melaksanakan tugasnya bertanggungjawab kepada Kepala Dinas.
  3. Kelompok Jabatan Fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini terdiri dari sejumlah tenaga dalam jenjang jabatan fungsional yang terbagi dalam berbagai kelompok sesuai dengan bidang keahliannya.
  4. Jumlah jabatan fungsional sebagai mana dimaksud pada ayat (3) pasal ini, ditentukan menurut sifat, jenis, kebutuhan dan beban kerja.
  5. Jenis dan jenjang jabatan fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (3) pasal ini, diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB VIII
TATA KERJA
Pasal 278
Semua unit kerja di lingkungan dinas dalam melaksanakan tugasnya wajib menerapkan prinsip koordinasi, integrasi dan sinkronisasi.

 
Pasal 279
Kepala Dinas dan semua Pimpinan Unit Kerja di lingkungan Dinas berkewajiban menjadi tauladan dan memimpin bawahan masing-masing serta memberikan bimbingan sebagai petunjuk pelaksanaan tugas bagi bawahan.

 
Pasal 280
  1. Setiap pimpinan unit kerja di lingkungan Dinas wajib menyampaikan laporan pelaksanaan tugas secara berkala dan tepat waktu kepada atasan.
  2. Setiap laporan yang diterima oleh pimpinan unit kerja dari bawahan wajib diolah dan dipergunakan sebagai salah satu bahan penyusunan laporan lebih lanjut dan petunjuk bagi bawahan.
  3. Setiap laporan yang disampaikan wajib ditembuskan kepada pejabat lain yang secara fungsional mempunyai hubungan kerja.
Pasal 281
  1. Dalam rangka koordinasi dan pemberian bimbingan kepada bawahan, setiap pimpinan unit kerja mengadakan rapat berkala.
  2. Kepala Dinas dan semua pimpinan unit kerja wajib mengawasi bawahannya dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku apabila terjadi penyimpangan.

Pasal 282
Hubungan kerja antar pimpinan unit kerja di Lingkungan Dinas dengan Kelompok jabatan Fungsional diatur oleh Kepala Dinas.

 
BAB IX
PELAPORAN
Pasal 283
  1. Kepala Dinas memberikan laporan tentang pelaksanaan tugasnya kepada Bupati melalui Sekretaris daerah.
  2. Ketentuan mengenai jenis laporan dan tata cara penyampaiannya berpedoman kepada peraturan yang berlaku.
  3. Pembuatan laporan adalah menjadi tanggungjawab Sekretaris dan Kepala Bidang menurut bidangnya masing-masing.
BAB X
HAL MEWAKILI
Pasal 284
  1. Apabila Kepala Dinas berhalangan, maka diwakili oleh Sekretaris.
  2. Dalam hal sekretaris berhalangan, maka Kepala Badan menunjuk atau menugaskan salah satu Kepala Bidang berdasarkan senioritas kepangkatan dan sesuai dengan bidang tugasnya.

BAB XI
KEPEGAWAIAN
Pasal 285
  1. Kepala Dinas bertanggungjawab dalam mempersiapkan saran dan pertimbangan kepada Bupati di bidang kepegawaian.
  2. Kepala Dinas bertanggungjawab dalam hal perencanaan, pengelolaan dan pembinaan dalam bidang kepegawaian.
  3. Kepala Dinas wajib membuat Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3) pegawai bawahannya setahun sekali dan daftar Urut Kepangkatan (DUK) sesuai dengan peraturan yang berlaku.
  4. Kepala Dinas mempersiapkan daftar pegawai yang akan mengikuti pendidikan dalam dan diluar untuk disampaikan kepada Bupati.
  5. Ketentuan-ketentuan lainnya mengenai kepegawaian diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB XII
ESELON JABATAN
Pasal 286
  1. Kepala Dinas merupakan Jabatan Struktural Eselon II b
  2. Sekretaris merupakan Jabatan Struktural eselon III a
  3. Kepala Bidang merupakan jabatan struktural eselon III b
  4. Kepala Seksi, Kepala Sub Bagian dan Kepala Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) merupakan jabatan struktural eselon IV a
  5. Kepala Sub Bagian pada Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) merupakan jabatan struktural eselon Ivb.

BAB XIII
PEMBIAYAAN
Pasal 287
Pembiayaan Dinas Daerah bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Lebak dan penerimaan lainnya yang sah.

 
BAB XIV
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 288
Dengan ditetapkannya Peraturan Daerah ini, maka Dinas-dinas dilingkungan Kabupaten Lebak yang dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Lebak Nomor 4 Tahun 2002 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Lebak, tetap melaksanakan tugas sampai dengan terisinya personil berdasarkan formasi jabatan yang ditentukan.

 
BAB XV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 289
Dengan diberlakukannya peraturan ini, maka Peraturan Daerah Kabupaten Lebak Nomor 4 Tahun 2002 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah di lingkungan Pemerintah Kabupaten Lebak (Lembaran Daerah Kabupaten Lebak Tahun 2002 Nomor 8 Seri D) sepanjang mengenai Dinas dinyatakan dicabut dan tidak berlaku lagi.

 
Pasal 290
Ketentuan lebih lanjut dari Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai teknis pelaksanaan diatur dan ditetapkan oleh Bupati.

 
Pasal 36
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan Pengundangan Peraturan Daerah in dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Lebak.


 


 

Ditetapkan di Rangkasbitung
Pada tanggal 5 Desember 2007
Bupati Lebak
Cap/ttd
H. MULYADI JAYABAYA

Rabu, 31 Agustus 2011

Perda No.13 Tahun 2007 Tentang PEMBENTUKAN, ORGANISASI, DAN TATA KERJA INSPEKTORAT KABUPATEN LEBAK


Download Dokumen ini Disini

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

 
NOMOR : 13    TAHUN     2007 SERI
P E R A T U R A N D A E R A H K A B U P A T E N L E B A K
NOMOR :     13    TAHUN 2007

 
T E N T A N G

 
PEMBENTUKAN, ORGANISASI, DAN TATA KERJA INSPEKTORAT KABUPATEN LEBAK

Perda No. 12 Tahun 2007 Tentang PEMBENTUKAN, ORGANISASI, DAN TATA KERJA BAPPEDA KAB LEBAK


Download Dokumen ini Disini

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

 
NOMOR : 12    TAHUN     2007 SERI
P E R A T U R A N D A E R A H K A B U P A T E N L E B A K
NOMOR :     12    TAHUN 2007

 
T E N T A N G

 
PEMBENTUKAN, ORGANISASI, DAN TATA KERJA
BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN LEBAK


Perda Nomor 11 Tahun 2007 PEMBENTUKAN, ORGANISASI, DAN TATA KERJA LEMBAGA TEKNIS DAERAH Kab. Lebak


Download Dokumen ini Disini

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

 
NOMOR : 11    TAHUN     2007 SERI
P E R A T U R A N D A E R A H K A B U P A T E N L E B A K
NOMOR :     11    TAHUN 2007

 
T E N T A N G

 
PEMBENTUKAN, ORGANISASI, DAN TATA KERJA LEMBAGA TEKNIS DAERAH
KABUPATEN LEBAK

Minggu, 28 Agustus 2011

PERATUR AN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 11 TAHUN 2008 Tentang Pajak Hotel


LEMBARAN DAERAH KABUPATEN L EBAK





NOMOR : TAHUN 2008


PERATUR AN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 11 TAHUN 2008
TENTANG


PAJAK HOTEL


DENGAN R AHMAT TUH AN YANG MAHA ESA BUPAT I LEBAK,

2. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1997 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3685) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4048) ;


3. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851) ;


4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2000 tentang Pembentukan
Provinsi Banten (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000
Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4010) ;


5. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286) ;


6. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389) ;


7. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan, Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400) ;


8. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4473)
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor
12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4844) ;

 

9.    Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4138) ;

10    Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4578) ;

 

11.    Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593) ;

 

12.    Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten / Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737) ;

 

13.    Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Lebak Nomor 6
Tahun 1986 tentang Penunjukan Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang Melakukan Penyidikan Terhadap Pelanggaran Peraturan Daerah yang Memuat Ketentuan Pidana (Lembaran Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Lebak Tahun 1986 Nomor 3 Seri E) ;

 

14.    Peraturan Daerah Kabupaten Lebak Nomor 13 Tahun 2006 tentang Tata Cara dan Teknik Penyusunan Produk Hukum Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Lebak Tahun 2006 Nomor 13) ;

 

15.    Peraturan Daerah Kabupaten Lebak Nomor 15 Tahun 2006 tentang Pokok-pokok Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Lebak Tahun 2006 Nomor 15) ;

 

16.    Peraturan Daerah Kabupaten Lebak Nomor 8 Tahun 2007 tentang Penetapan Urusan Pemerintahan yang Menjadi Kewenangan Pemerintah Kabupaten Lebak (Lembaran Daerah Kabupaten Lebak Tahun 2007 Nomor 8) ;

 

17.    Peraturan Daerah Kabupaten Lebak Nomor 10 Tahun 2007 tentang Pembentukan, Organisasi, dan Tata Kerja Dinas Daerah Kabupaten Lebak (Lembaran Daerah Kabupaten Lebak Tahun 2007 Nomor
10) ;

Dengan Persetujuan Bersama

 

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN LEBAK
dan
BUPAT I LEBAK

 

MEMUTUSKAN :

 

Menetapkan    :    PERATUR AN DAER AH KABUPATEN LEBAK TENTAN G PAJAK HOTEL.

 


 

BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan :

 

1.    Daerah adalah Kabupaten Lebak.
2.    Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Lebak.
3.    Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Lebak.
4.    Bupati adalah Bupati Lebak.
5.    Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah yang selanjutnya disingkat
DPPKD adalah Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah Kabupaten Lebak.
6.    Pejabat yang ditunjuk adalah pegawai yang diberi tugas tertentu di bidang perpajakan
daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
7.    Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat Pajak adalah iuran wajib yang dilakukan oleh
orang pribadi atau badan kepada Daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan Daerah dan pembangunan Daerah.
8.    Pajak Hotel adalah pajak atas pelayanan hotel.
9.    Hotel adalah    bangunan yang    khusus disediakan bagi orang    untuk dapat
menginap/istirahat, memperoleh pelayanan, dan atau fasilitas lainnya dengan dipungut bayaran, termasuk bangunan lainnya yang menyatu, dikelola dan dimiliki oleh pihak yang sama, kecuali untuk pertokoan dan perkantoran.
10.    Pembayaran adalah jumlah yang diterima atau seharusnya diterima sebagai imbalan atas
penyerahan barang dan / atau jasa sebagai pembayaran kepada pengusaha hotel termasuk di dalamnya biaya servis.

11.    Pengusaha Hotel adalah perorangan atau badan yang menyelenggarakan usaha hotel untuk dan atas namanya sendiri atau untuk dan atas nama pihak lain yang menjadi tanggungannya.
12.    Badan adalah suatu bentuk badan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya badan usaha milik negara atau daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, persekutuan, perkumpulan, firma, kongsi, koperasi, yayasan atau organisasi sejenis, lembaga, dana pensiun, bentuk usaha tetap serta bentuk badan usaha lainnya.
13.    Subjek Pajak adalah orang pribadi atau badan yang dapat dikenakan Pajak Daerah.
14.    Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut peraturan perundang- undangan Perpajakan Daerah diwajibkan untuk melakukan pembayaran pajak yang terutang, termasuk pemungut atau pemotong pajak tertentu.
15.    Masa Pajak adalah jangka waktu yang lamanya 1 (satu) bulan takwim atau jangka waktu
lain yang ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
16.    Pajak yang terutang adalah pajak yang harus dibayar oleh Wajib Pajak pada suatu saat,
dalam masa pajak, dalam tahun pajak, atau dalam bagian tahun pajak menurut peraturan perundang-undangan perpajakan daerah.
17.    Pemungutan adalah suatu rangkaian kegiatan mulai dari penghimpunan data objek dan subjek pajak, penentuan besarnya pajak yang terhutang sampai kegiatan penagihan pajak kepada wajib pajak serta pengawasan penyetorannya.
18.    Surat Pemberitahuan Pajak Daerah, yang dapat disingkat SPTPD, adalah surat yang
digunakan oleh wajib pajak untuk melaporkan penghitungan dan pembayaran pajak yang terutang menurut peraturan perundang-undangan perpajakan daerah.
19.    Surat Setoran Pajak Daerah, yang dapat disingkat SSPD, adalah surat yang digunakan
oleh wajib pajak untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke
Kas Umu m Daerah, atau ke tempat lain yang ditetapkan oleh Bupati.
20.    Surat Ketetapan Pajak Daerah, yang dapat disingkat SKPD, adalah surat keputusan yang menentukan besarnya jumlah pajak yang terutang.
21.    Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar, yang dapat disingkat SKPDKB, adalah surat keputusan yang menentukan besarnya jumlah pajak yang terutang, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah yang masih harus dibayar.
22.    Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan, yang dapat disingkat SKPD KBT , adalah surat keputusan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan.
23.    Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar, yang dapat disingkat SKPDLB, adalah surat
keputusan yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar dari pada pajak yang terhutang atau tidak seharusnya terutang.
24.    Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil, yang dapat disingkat SKPDN, adalah surat keputusan yang menentukan jumlah pajak yang terutang sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.
25.    Surat Tagihan Pajak Daerah, yang dapat disingkat STPD, adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan atau sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda.

26.    Surat Keputusan Pembetulan adalah surat keputusan untuk membetulkan kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan atau kekeliruan dalam penerapan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah yang terdapat dalam Surat Ketetapan Pajak Daerah, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar, Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil atau Surat Tagihan Pajak Daerah.
27.    Surat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas keberatan terhadap Surat
Ketetapan Pajak Daerah, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar, Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil atau terhadap pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga yang diajukan oleh Wajib Pajak.
28.    Pengadilan Pajak adalah Badan Peradilan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman bagi Wajib Pajak atau Penanggung Pajak yang mencari keadilan terhadap Sengketa Pajak.
29.    Putusan Banding adalah putusan Pengadilan Pajak atas banding terhadap Surat
Keputusan Keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak.
30.    Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk
mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi keadaan harta, kewajiban atau utang, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca dan perhitungan rugi laba pada setiap Tahun Pajak berakhir.
31.    Kas Umu m Daerah adalah tempat penyimpanan uang daerah yang ditentukan oleh Bupati untuk menampung seluruh penerimaan daerah dan digunakan untuk membayar seluruh pengeluaran daerah.
32.    Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, dan mengolah data dan atau keterangan lainnya dalam rangka pengawasan kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan daerah berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah.
33.    Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan daerah adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil, yang selanjutnya disebut Penyidik, untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di bidang perpajakan daerah yang terjadi serta menemukan tersangkanya.
34.    PPNS adalah Penyidik Pegawai Negeri Sipil pada lingkungan Pemerintah Daerah yang pengangkatannya ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

 


 

BAB II

 

NAMA, OBJEK, DAN SUBJEK PAJAK

 


 

Pasal 2

 

(1)    Dengan nama Pajak Hotel dipungut Pajak atas pelayanan hotel.

(2)    Objek Pajak adalah pelayanan yang disediakan hotel dengan pembayaran, termasuk :

 

a.    fasilitas penginapan atau fasilitas tinggal jangka pendek termasuk rumah kos dengan jumlah kamar 10 (sepuluh) atau lebih yang menyediakan fasilitas seperti rumah penginapan ;
b.    pelayanan penunjang sebagai kelengkapan fasilitas penginapan atau tinggal jangka pendek yang sifatnya memberikan kemudahan dan kenyamanan ;
c.    fasilitas olah raga dan hiburan yang disediakan khusus untuk tamu hotel, bukan untuk umum ;
d.    jasa persewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan di hotel.

 

(3)    Tidak termasuk objek Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Pasal ini adalah :

 

a.    penyewaan rumah atau kamar, apartemen dan/atau fasilitas tempat tinggal lainnya yang tidak menyatu dengan hotel ;
b.    pelayanan tinggal di asrama, dan pondok pesantren ;
c.    fasilitas olah raga dan hiburan yang disediakan di hotel yang dipergunakan oleh
bukan tamu hotel dengan pembayaran ;
d.    pertokoan, perkantoran,    perbankan, salon yang dipergunakan oleh umum di
hotel ;
e.    pelayanan perjalanan wisata yang diselenggarakan oleh hotel dan dapat
dimanfaatkan oleh umum.

 


 

Pasal 3

 

(1)    Subjek Pajak adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pembayaran kepada hotel.

 

(2)    Wajib Pajak adalah pengusaha hotel.

 


 

BAB III

 

DASAR PEN GENAAN, TARIF DAN CARA PENGHITUNGAN PAJAK Pasal 4
Dasar pengenaan Pajak adalah jumlah pembayaran yang dilakukan kepada hotel.

 


 

Pasal 5

 

Tarif Pajak ditetapkan sebesar 10 % (sepuluh persen).

Pasal 6

 

Besarnya pokok Pajak yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dengan dasar pengenaan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4.

 


 

BAB IV WILAYAH PEMUN GUTAN Pasal 7
Pajak yang terutang dipungut di wilayah Daerah tempat hotel berlokasi.

 


 

BAB V

 

MASA PAJAK, SAAT PAJAK TERUTANG, DAN SURAT PEMB ERITAHUAN PAJAK DAERAH

 

Pasal 8

 

Masa pajak adalah jangka waktu yang lamanya 1 (satu) bulan takwim.

 


 

Pasal 9

 

Pajak terutang dalam masa pajak terjadi pada saat pelayanan hotel dilakukan.

 


 

Pasal 10

 

(1)    Setiap Wajib Pajak harus mengisi SPTPD.

 

(2)    SPTPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diisi dengan jelas, benar, dan lengkap serta harus ditandatangani oleh Wajib Pajak atau kuasanya.

 

(3)    SPTPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disampaikan kepada Bupati atau Pejabat yang ditunjuk sesuai dengan jangka waktu yang ditetapkan melalui Keputusan Bupati.

 

(4)    Bentuk, isi, dan tata cara pengisian SPTPD ditetapkan oleh Bupati.

BAB VI PENETA PAN PAJAK Pasal 11
(1)    Berdasarkan SPTPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1), Bupati atau
Pejabat yang ditunjuk menetapkan pajak terutang dengan menerbitkan SKPD.

 

(2)    Bentuk, isi, kualitas dan ukuran SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Bupati.

 


 

Pasal 12

 

(1)    Wajib Pajak yang membayar sendiri, SPTPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) digunakan untuk menghitung dan menetapkan pajak sendiri yang terutang.

 

(2)    Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya pajak, Bupati atau Pejabat yang ditunjuk dapat menerbitkan :

 

a.    SKPD KB b.    SKPD KBT c.    SKPDN

 

(3)    SKPD KB sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf a diterbitkan :

 

a.    apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar ;

 

b.    apabila SPTPD tidak disampaikan kepada Bupati dalam jangka waktu yang ditentukan dan telah ditegur secara tertulis ;

 

c.    apabila kewajiban mengisi SPTPD tidak dipenuhi, pajak yang terutang dihitung secara jabatan.

 

(4)    SKPD KBT sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf b diterbitkan apabila ditemukan data baru atau data yang semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah pajak yang terutang.

 

(5)    SKPDN sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf c diterbitkan apabila jumlah pajak yang terutang sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.

BAB VII

 

TATA CARA PEMBAYARAN Pasal 13
(1)    Pembayaran pajak dilakukan di Kas Umum Daerah atau tempat lain yang ditunjuk oleh Bupati, sesuai waktu yang ditentukan dalam SPTPD, SKPD, SKPDKB, SKPD KBT, dan STPD.

 

(2)    Apabila pembayaran pajak dilakukan di tempat lain yang ditunjuk hasil penerimaan pajak harus disetor ke Kas Umum Daerah selambat-lambatnya 1 x 24 jam atau dalam waktu yang ditentukan oleh Bupati.

 

(3)    Pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan (2) dilakukan dengan menggunakan SSPD.

 

Pasal 14

 

(1)    Pembayaran pajak harus dilakukan sekaligus atau lunas dengan menggunakan SSPD di
Kas Umu m Daerah.

 

(2)    Bupati atau Pejabat yang ditunjuk dapat memberikan persetujuan kepada Wajib Pajak untuk mengangsur pajak terutang dalam kurun waktu tertentu, setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan.

 

(3)    Angsuran pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), harus dilakukan secara teratur dan berturut-turut dengan dikenakan bunga sebesar 2 % (dua persen) sebulan dari jumlah pajak yang belum atau kurang dibayar.

 

(4)    Bupati atau Pejabat yang ditunjuk dapat memberikan persetujuan kepada Wajib Pajak untuk menunda pembayaran pajak sampai batas waktu yang ditentukan, setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan dengan dikenakan bunga sebesar 2 % (dua persen) sebulan dari jumlah pajak yang belum atau kurang dibayar.

 

(5)    Persyaratan untuk dapat mengangsur dan menunda pembayaran serta tata cara pembayaran angsuran penundaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan (4) ditetapkan oleh Bupati.

 


 

Pasal 15

 

(1)    Setiap pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 diberikan tanda bukti pembayaran dan dicatat dalam buku penerimaan.

(2)    Bentuk, jenis, isi, ukuran tanda bukti pembayaran dan buku penerimaan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan oleh Bupati.

 


 

BAB VIII

 

TATA CARA PENAG IHAN PAJAK Pasal 16
(1)    Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis sebagai awal tindakan pelaksanaan penagihan pajak dikeluarkan 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pembayaran.

 

(2)    Dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari sejak tanggal surat teguran atau surat peringatan atau surat lain yang sejenis, Wajib Pajak harus melunasi pajak yang terutang.

 

(3)    Surat teguran, surat peringatan, atau surat lain yang sejenis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikeluarkan oleh Pejabat yang ditunjuk.

 


 

Pasal 17

 

(1)    Apabila pajak yang masih harus dibayar tidak dilunasi dalam jangka waktu sebagaimana ditentukan dalam surat teguran atau surat peringatan atau surat lain yang sejenis, jumlah pajak yang harus dibayar ditagih dengan surat paksa.

 

(2)    Bupati atau Pejabat yang ditunjuk menerbitkan surat paksa segera setelah lewat 21 (dua puluh satu) hari sejak tanggal surat teguran atau surat peringatan atau surat lain yang sejenis.

 


 

Pasal 18

 

Apabila pajak yang harus dibayar tidak dilunasi dalam jangka waktu 2 x 24 jam sesudah tanggal pemberitahuan surat paksa, Pejabat yang ditunjuk segera menerbitkan surat peringatan melaksanakan penyitaan.

 

Pasal 19

 

Setelah dilakukan penyitaan dan Wajib Pajak belum juga melunasi utang pajaknya, setelah 10 (sepuluh) hari sejak tanggal pelaksanaan surat peringatan melaksanakan penyitaan, pejabat yang ditunjuk mengajukan permintaan penetapan tanggal pelelangan kepada Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara.

Pasal 20

 

Setelah Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara menetapkan hari, jam, dan tempat pelaksanaan lelang, juru sita memberitahukan dengan segera secara tertulis kepada Wajib Pajak.

 

Pasal 21

 

Bentuk, jenis, dan isi formulir yang digunakan untuk melaksanakan penagihan pajak daerah ditetapkan oleh Bupati.

 


 

BAB IX

 

PENGURANGAN, KERIN GANAN, DAN PEMBEBASAN PAJAK Pasal 22
(1)    Bupati berdasarkan permohonan Wajib Pajak dapat memberikan pengurangan, keringanan, dan pembebasan pajak.

 

(2)    Tata cara pemberian pengurangan, keringanan, dan pembebasan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dengan Peraturan Bupati.

 


 

BAB X KEBERATAN DAN BANDING Pasal 23
(1)    Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Bupati atau Pejabat yang ditunjuk atas suatu :
a.    SKPD ;
b.    SKPD KB ;
c.    SKPD KBT ;
d.    SKPDLB ;
e.    SKPDN .

 

(2)    Permohonan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disampaikan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal SKPD, SKPD KB, SKPD KBT, SKPDLB, dan SKPDN diterima oleh Wajib Pajak, kecuali apabila Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya.

(3)    Bupati atau Pejabat yang ditunjuk dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal surat permohonan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterima, sudah memberikan keputusan.

 

(4)    Apabila setelah lewat 12 (dua belas) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Bupati atau Pejabat yang ditunjuk tidak memberikan keputusan, permohonan keberatan dianggap dikabulkan.

 

(5)    Pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menunda kewajiban membayar pajak.

 

Pasal 24

 

(1)    Wajib Pajak dapat mengajukan banding kepada Pengadilan Pajak dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan setelah diterimanya keputusan keberatan.

 

(2)    Pengajuan banding sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menunda kewajiban membayar pajak.

 

Pasal 25

 

Apabila pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 atau banding sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 dikabulkan sebagian atau seluruhnya, kelebihan pembayaran pajak dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2 % (dua persen) sebulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.

 


 

BAB XI

 

PEMBETULAN, PEMBATALAN, PEN GURANGAN KET ETAPAN DAN PENGHA PUSAN ATAU PENGURANGAN SANKSI ADMINISTRA SI

 

Pasal 26

 

(1)    Bupati atau Pejabat yang ditunjuk karena jabatannya atau atas permohonan Wajib Pajak dapat :

 

a.    membetulkan SKPD, SKPDKB, SKPD KBT atau STPD yang dalam penerbitannya terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan dalam penerapan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah ;
b.    mengurangkan atau menghapus sanksi administrasi berupa bunga, denda dan kenaikan pajak yang terutang menurut peraturan perundang-undangan perpajakan daerah, dalam hal sanksi tersebut dikenakan bukan karena kesalahan Wajib Pajak ;

c.    mengurangkan atau membatalkan ketetapan pajak yang tidak benar.

 

(2)    Permohonan pembetulan, pembatalan, pengurangan ketetapan dan penghapusan atau pengurangan sanksi administrasi atas SKPD, SKPDKB, SKPDKBT , dan STPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disampaikan secara tertulis oleh Wajib Pajak kepada Bupati atau Pejabat yang ditunjuk selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterima SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, dan STPD dengan memberikan alasan yang jelas.

 

(3)    Bupati atau Pejabat yang ditunjuk paling lama 3 (tiga) bulan sejak surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterima, sudah harus memberikan keputusan.

 

(4)    Apabila setelah lewat waktu 3 (tiga) bulan sebagaimana dimaksud ayat (3) Bupati atau Pejabat yang ditunjuk tidak memberikan keputusan, permohonan pembatalan, pengurangan ketetapan, dan penghapusan atau pengurangan sanksi administrasi dianggap dikabulkan.

 

(5)    Tata cara pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi dan pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Bupati.

 


 

BAB XII

 

PENG EMBALIAN KEL EBIHAN PEMBAYARAN PAJAK Pasal 27
(1)    Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak kepada Bupati atau Pejabat yang ditunjuk secara tertulis dengan menyebutkan sekurang-kurangnya :
a.    Nama dan alamat Wajib Pajak ;
b.    Masa pajak ;
c.    Besarnya kelebihan pembayaran pajak ;
d.    Alasan yang jelas.

 

(2)    Bupati atau Pejabat yang ditunjuk dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak    diterimanya    permohonan    pengembalian    kelebihan    pembayaran    pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memberikan keputusan.

 

(3)    Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilampaui, Bupati atau Pejabat yang ditunjuk tidak memberikan keputusan, permohonan pengembalian kelebihan pembayaran menjadi dianggap dikabulkan dan SKPDLB harus diterbitkan dalam waktu paling lama 1 (satu) bulan.

(4)    Apabila Wajib pajak mempunyai utang pajak lainnya, kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu utang pajak dimaksud.

 

(5)    Pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukan dalam waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKPDLB, dengan menerbitkan Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak (SPMKP).

 

(6)    Apabila pengambilan kelebihan pembayaran pajak dilakukan setelah lewat waktu 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKPDLB, Bupati atau Pejabat yang ditunjuk memberikan imbalan bunga sebesar 2 % (dua persen) sebulan atas keterlambatan pembayaran kelebihan pajak.

 

Pasal 28

 

Apabila kelebihan pembayaran pajak diperhitungkan dengan utang pajak lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (4), pembayarannya dilakukan dengan cara pemindahbukuan dan bukti pemindahbukuan juga berlaku sebagai bukti pembayaran.

 


 

BAB XIII PEMERIK SAAN Pasal 29
(1)    Bupati atau Pejabat yang ditunjuk berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan daerah dalam rangka melaksanakan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah.

 

(2)    Wajib Pajak yang diperiksa wajib :

 

a.    memperlihatkan dan / atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya dan dokumen lain yang berhubungan dengan objek pajak yang terutang ;
b.    memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan yang dianggap
perlu dan memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan ;
c.    memberikan keterangan yang diperlukan.

 

(3)    Tata cara pemeriksaan pajak ditetapkan dengan Keputusan Bupati.

BAB XIV KADALUWARSA Pasal 30
(1)    Hak untuk melakukan penagihan pajak, kadaluwarsa setelah melampaui jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak saat terutangnya pajak, kecuali apabila Wajib Pajak melakukan tindak pidana di bidang perpajakan daerah.

 

(2)    Kadaluwarsa penagihan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertangguh apabila :

 

a.    diterbitkan Surat Teguran dan Surat Paksa, atau surat lain yang sejenis;
b.    ada pengakuan utang pajak dari Wajib Pajak baik langsung maupun tidak langsung.

 


 

BAB XV PENYIDIKAN Pasal 31
(1)    Selain Pejabat Penyidik Kepolisian Republik Indonesia yang bertugas menyidik tindak
pidana, penyidikan atas pelanggaran Peraturan Daerah ini dapat dilakukan oleh Pejabat
Penyidik Pegawai Negeri Sipil Daerah.

 

(2)    Dalam melakukan tugas penyidikan, Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berwenang :

 

a.    Menerima    laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana ;
b.    Melakukan tindakan pertama pada saat itu ditempat kejadian dan melakukan pemeriksaan ;
c.    Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka ;
d.    Melakukan penyitaan benda dan atau surat ;
e.    Mengambil sidik jari dan memotret tersangka ;
f.    Memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi ;
g.    Mendatangkan seorang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara ;

h.    Mengadakan penghentian penyidikan setelah mendapat petunjuk dari Penyidik POLRI bahwa tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan    tindak    pidana    dan    selanjutnya    melalui    Penyidik    POLRI memberitahukan hal tersebut kepada Penuntut Umum, tersangka atau keluarganya ;
i.    Menghentikan penyidikan ;
j.    Melakukan tindakan lain menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan.

 

(3)    Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasilnya kepada Penuntut Umum melalui Penyidik sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

 


 

BAB XVI

 

SANKSI ADMINI STRASI Pasal 32
(1)    Setiap Wajib Pajak yang tidak atau kurang membayar setelah lewat waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya SKPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) setiap bulan.

 

(2)    Pengenaan denda administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditagih dengan menerbitkan STPD.

 

Pasal 33

 

(1)    Setiap Wajib Pajak dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) setiap bulan dari pajak yang tidak, kurang, atau terlambat dibayar untuk jangka waktu selama-lamanya 24 (dua puluh empat) bulan terhitung sejak saat terutangnya pajak apabila melakukan pelanggaran :

 

a.    tidak atau kurang bayar pajak setelah dilakukan pemeriksaan atau adanya keterangan lain ;
b.    tdak menyampaikan SPTPD dalam jangka waktu yang ditentukan dan telah
ditegur secara tertulis.

 

(2)    Setiap Wajib Pajak yang tidak melakukan pengisian SPTPD, pajak terutangnya dihitung secara jabatan dan dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari pokok pajak, dan ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) setiap bulan dari pajak yang tidak, kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu selama-lamanya 24 (dua puluh empat) bulan terhitung sejak saat terutangnya pajak.

(3)    Untuk pengenaan denda admnistrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) Pasal ini diterbitkan SKPDKB.

 

Pasal 34

 

(1)    Setiap Wajib Pajak yang karena ditemukannya data baru atau data yang semula belum terungkap sehingga menyebabkan penambahan jumlah pajak yang terutang, dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah kekurangan pajak tersebut.

 

(2)    Kenaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal ini, tidak dikenakan apabila Wajib
Pajak melaporkan sendiri sebelum dilakukan tindakan pemeriksaan.

 

Pasal 35

 

Setiap Wajib Pajak yang tidak melaksanakan kewajiban membayar pajak terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 dan Pasal 33 serta tidak sepenuhnya membayar dalam jangka waktu yang ditentukan dalam keputusan tersebut, ditagih dengan menerbitkan STPD ditambah dengan sanksi adminstrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) setiap bulan.

 


 

BAB XVI I KETENTUAN PIDANA Pasal 36
(1)    Wajib Pajak yang karena kealpaannya tidak menyampaikan SPTPD atau mengisi dengan tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar sebagaiman dimaksud dalam Pasal 10 sehingga merugikan keuangan Daerah dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan / atau denda paling banyak 2 (dua) kali jumlah pajak yang terutang.

 

(2)    Wajib Pajak yang dengan sengaja tidak menyampaikan SPTPD atau mengisi dengan tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar sebagaiman dimaksud dalam Pasal 10 sehingga merugikan keuangan Daerah dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan / atau denda paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak yang terutang.

 

Pasal 37

 

Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 tidak dituntut setelah melampaui jangka waktu 10 (sepuluh) tahun sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak atau berakhirnya bagian tahun pajak atau berakhirnya tahun pajak yang bersangkutan.

BAB XVI II KETENTUAN PENUTUP Pasal 38
Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Lebak Nomor 01 Tahun 1998 tentang Pajak Hotel dan Restoran (Lembaran Daerah Kabupatan Daerah Tingkat II Lebak Tahun 1998 Nomor 7 Seri A) sepanjang mengenai Pajak Hotel dinyatakan dicabut dan tidak berlaku lagi.

 

Pasal 39

 

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

 

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Lebak.

 


 

Ditetapkan di Rangkasbitung
Pada tanggal 18 November 2008

 

BUPAT I LEBAK, Cap/ttd.
H. MULYADI J AYABAYA

 

Diundangkan di Rangkasbitung
er 2008

 

KABUPATEN LEBAK,

 


 


 

EFFEND I

 

KABU PAT EN LEBAK T AHUN 2008 NOMOR 11